07 March 2012

Derita Kerja Paksa Rakyat Indonesia (PICS)

Derita Kerja Paksa Rakyat Indonesia (PICS) Dalam sejarah kolonialisme, Jepang merupakan negara pertama di Asia yang memiliki pandangan dan aksi kolonialisme. Kolonialisme Jepang memang pada akhirnya menjadi kolonialisme yang sangat pendek. Kolonialime Jepang memang belum sebanding jika disandingkan dengan kolonialime bangsa bangsa Eropa atas Asia, Afrika, dan Amerika dalam sejarah abad ke-15 hingga ke-20.




Memang harus diakui, Jepang sempat mengejutkan Eropa, menjelma menjadi kekuatan kapital-militeristik yang membuat repot Eropa dan Amerika. Beroperasinya kolonialisme Jepang disusun oleh Tanaka arsitek perang modern yang juga menjadi perdana menteri Jepang waktu 1927-1929. Pikiran pikiran Tanaka ditungakannya ke dalam Memorandum Tanaka. Memorandum ini berisi rencana Jepang untuk memikul tugas suci untuk memimpin bangsa bangsa Asia Timur. Pandangan ini pada akhirnya mewujud menjadi doktrin dengan nama Hakko I Chiu; dunia dalam satu keluarga dibawah pimpinan Jepang.

Terinsipirasi dari semangat ini, berubahlah Jepang menjadi kekuatan militer yang sangat disegani. Dalam sejarah perang dunia 2, kemampuan militer Jepang dalam sesaat mampu menghancurkan sekutu, dan dalam sekepap menguasai Asia Tenggara dan sebagian pasifik. Dominasi Jepang ini pada akhirnya berakhir dengan tragis, dalam satu hari pada 9 Agustus 1945 pesawat pembom B 29 milik Amerika Serikat menjatuhkan bom atom di KotaHiroshima dan Nagasaki. Inilah momentum kekalahan Jepang, serta berakhir pulalah dominasinya di Asia timur dan sebagian Pasifik.

Masuknya Jepang ke Indonesia, awalnya disambut gembira oleh para pejuang kemerdekaan waktu itu. Jepang dianggap sebagai saudara, sesama Asia yang membantu mengusir Kolonial Belanda . Namun, sesaat setelah Jepang mendarat di Hindia Belanda (Indonesia-saat ini), ternyata Jepang berbuat yang tak kalah licik dan bengisnya. Jepang berupaya menghapus pengaruh kultural barat yang telah hinggap di Hindi Belanda, dan yang kedua Jepang mengeruk sumber sumber kekayaan alam startegi yang ada di tanah air kita. Pasokan sumber sumber ala mini digunakan untuk membiayai perang Jepang dengan Sekutu di Asia Timur dan Pasifik.

Luasnya daerh pendudukan Jepang membuat Jepang memerlukan tenaga kerja yang begitu besar. Tenaga kerja ini dibutuhkan untuk membangun kubu pertahanan, lapangan udara darurat, gudang bawah tanah, jalan raya dan jembatan. Tenaga tenaga kerja ini diambilkan dari penduduk Jawa yang cukup padat. Para tenaga kerja ini dipaksa yang popular di sebut denga Romusa. Jejaring tentara Jepang untuk menjalankan romusha hingga ke desa desa. Dalam catatan buku ini, setidaknya ada 300.000 tenaga romusha yang dikirim ke berbagai negara di Asia Tenggara, 70.000 orang diantaranya dalam kondisi menyedihkan da berakhir dengan kematian.

Para romusa juga melibatkan kaum perempuan. Mereka dibujuk rayu di iming iming mendapatkan pekerjaan, namun mereka di bawa ke kamp kamp tertutup untuk dijadikan wanita penghibur (Jugun Ianfu).

Romusa juga melibatkan tokoth tokoh pergerakan waktu itu. Mereka dipaksa oleh Jepang untuk menjadi tenaga tenaga paksa tersebut. Diantara para romusa yang berasal dari tokoh pergerakan adalah Soekarno dan Otto Iskandardinata. Mereka berdua dipaksan tentara pendudukan Jepang untuk membuat lapangan udara darurat.

Jepang melakukan rekruitmen calon calon romusa, pola tingkatan, serta alokasi tenaga kerja paksa ini. Basis paparannya melihat praktik romusa dan proyek proyeknya di Gunung Madur dan sekitar Banten. Namun pada saat yang sama, Jepang berhasil memanipulasi keberadaan romusa ini ke dunia internasional. Untuk menyamarkan keberadaan romusa, Jepang memperhasul istilah romusa dengan "pekerja ekonomi" atau pahlawan pekerja.

Pada pertengahan tahun 1943, para romusa semakin di eksploitasi oleh Jepang. Karena kekalahan Jepang pada Perang Pasifik, Romusa romusa ini digunakan sebagai tenaga swasembada untuk mendukung perang secara langsung. Karena disetiap angkatan perang Jepang membutuhkan tenaga tenaga kerja paksa ini untuk mengefisiensikan biaya perang Jepang. Pada situasi seperti ini, permintaan terhadap romusa semakin tak terkendali.

Jika kita melihat angka tahunnya, proyek romusa di Indonesia berjalan dalam tempo dua tahun. Bukanlah waktu yang pendek untuk menghasilkan penderitaan dan kematian sebagaimana yang terungkap dalam data diatas. Barulah pada tahun 1945, Hindia Belanda merdeka menjadi Indonesia, serta mengakhiri proyek dan impian kolonialisasi Jepang.

Romusha adalah panggilan bagi orang Indonesia yang dipekerjakan secara paksa pada masa penjajahan Jepang di indonesia dari tahun 1942 hingga 1945. Kebanyakan romusha adalah petani, dan sejak Oktober 1943 pihak Jepang mewajibkan para petani menjadi romusha. Jumlah orang-orang yang menjadi romusha tidak diketahui pasti-perkiraan yang ada bervariasi dari 4-10 juta.

Inilah Foto-Foto Rakyat Indonesia Ketika Kerja Paksa Jaman Penjajahan





















Foto ini adalah foto penemuan tulang-tulang manusia akibat kekerasan dan kekejian kerja paksa Romusha yang ditemukan di jalan baru menuju Bandara SSK II, Kecamatan Marpoyan Damai

Betapa sedihnya kita melihat orang Indonesia pada jaman penjajahan harus kerja paksa seperti itu
ada yang sampai kurus kering , ada yang sudah tua masih aja di paksa untuk bekerja , bahkan ibu yang sedang hamil pun juga dipaksa untuk berkerja .

Bersyukurlah kita yang hidup sekarang ini , sudah bebas dari masa-masa penjajahan .
Dan jangan lupa hormati jasa-jasa para pahlawan kita yang sudah membebaskan kita dari masa penjajahan dan berjuang untuk kemerdekaan negara kita.

Sumber: http://www.terbaru.biz

06 March 2012

Cerita Perang Bubat. Bahaya Laten Yang Juga Perlu Diperhatikan

Rencana pernikahan
Peristiwa Perang Bubat diawali dari niat Prabu Hayam Wuruk yang ingin memperistri putri Dyah Pitaloka Citraresmi dari Negeri Sunda. Konon ketertarikan Hayam Wuruk terhadap putri tersebut karena beredarnya lukisan sang putri di Majapahit; yang dilukis secara diam-diam oleh seorang seniman pada masa itu, bernama Sungging Prabangkara.

Menurut catatan sejarah Pajajaran oleh Saleh Danasasmita serta Naskah Perang Bubat oleh Yoseph Iskandar, niat pernikahan itu adalah untuk mempererat tali persaudaraan yang telah lama putus antara Majapahit dan Sunda. Raden Wijaya yang menjadi pendiri kerajaan Majapahit dianggap keturunan Sunda dari Dyah Lembu Tal dan suaminya yaitu Rakeyan Jayadarma, raja kerajaan Sunda. Hal ini juga tercatat dalam Pustaka Rajya Rajya i Bhumi Nusantara parwa II sarga 3. Dalam Babad Tanah Jawi, Raden Wijaya disebut pula dengan nama Jaka Susuruh dari Pajajaran. Meskipun demikian, catatan sejarah Pajajaran tersebut dianggap lemah kebenarannya, terutama karena nama Dyah Lembu Tal adalah nama laki-laki.

Alasan umum yang dapat diterima adalah Hayam Wuruk memang berniat memperistri Dyah Pitaloka dengan didorong alasan politik, yaitu untuk mengikat persekutuan dengan Negeri Sunda. Atas restu dari keluarga kerajaan Majapahit, Hayam Wuruk mengirimkan surat kehormatan kepada Maharaja Linggabuana untuk melamar Dyah Pitaloka. Upacara pernikahan rencananya akan dilangsungkan di Majapahit. Pihak dewan kerajaan Negeri Sunda sendiri sebenarnya keberatan, terutama Mangkubumi Hyang Bunisora Suradipati. Ini karena menurut adat yang berlaku di Nusantara pada saat itu, tidak lazim pihak pengantin perempuan datang kepada pihak pengantin lelaki. Selain itu ada dugaan bahwa hal tersebut adalah jebakan diplomatik Majapahit yang saat itu sedang melebarkan kekuasaannya, diantaranya dengan cara menguasai Kerajaan Dompu di Nusa Tenggara.

Linggabuana memutuskan untuk tetap berangkat ke Majapahit, karena rasa persaudaraan yang sudah ada dari garis leluhur dua negara tersebut. Linggabuana berangkat bersama rombongan Sunda ke Majapahit dan diterima serta ditempatkan di Pesanggrahan Bubat.

Kesalah-pahaman


Raja Sunda datang ke Bubat beserta permaisuri dan putri Dyah Pitaloka dengan diiringi sedikit prajurit. Menurut Kidung Sundayana,[rujukan?] timbul niat Mahapatih Gajah Mada untuk menguasai Kerajaan Sunda. Gajah Mada ingin memenuhi Sumpah Palapa yang dibuatnya pada masa sebelum Hayam Wuruk naik tahta, sebab dari berbagai kerajaan di Nusantara yang sudah ditaklukkan Majapahit, hanya kerajaan Sunda lah yang belum dikuasai.

Dengan maksud tersebut, Gajah Mada membuat alasan oleh untuk menganggap bahwa kedatangan rombongan Sunda di Pesanggrahan Bubat adalah bentuk penyerahan diri Kerajaan Sunda kepada Majapahit. Gajah Mada mendesak Hayam Wuruk untuk menerima Dyah Pitaloka bukan sebagai pengantin, tetapi sebagai tanda takluk Negeri Sunda dan pengakuan superioritas Majapahit atas Sunda di Nusantara. Hayam Wuruk sendiri disebutkan bimbang atas permasalahan tersebut, mengingat Gajah Mada adalah Mahapatih yang diandalkan Majapahit pada saat itu.


Gugurnya rombongan Sunda


Kemudian terjadi insiden perselisihan antara utusan Linggabuana dengan Gajah Mada. Perselisihan ini diakhiri dengan dimaki-makinya Gajah Mada oleh utusan Negeri Sunda yang terkejut bahwa kedatangan mereka hanya untuk memberikan tanda takluk dan mengakui superioritas Majapahit, bukan karena undangan sebelumnya. Namun Gajah Mada tetap dalam posisi semula.

Belum lagi Hayam Wuruk memberikan putusannya, Gajah Mada sudah mengerahkan pasukannya (Bhayangkara) ke Pesanggrahan Bubat dan mengancam Linggabuana untuk mengakui superioritas Majapahit. Demi mempertahankan kehormatan sebagai ksatria Sunda, Linggabuana menolak tekanan itu. Terjadilah peperangan yang tidak seimbang antara Gajah Mada dengan pasukannya yang berjumlah besar, melawan Linggabuana dengan pasukan pengawal kerajaan (Balamati) yang berjumlah kecil serta para pejabat dan menteri kerajaan yang ikut dalam kunjungan itu. Peristiwa itu berakhir dengan gugurnya Linggabuana, para menteri, pejabat kerajaan beserta segenap keluarga kerajaan Sunda. Raja Sunda beserta segenap pejabat kerajaan Sunda dapat didatangkan di Majapahit dan binasa di lapangan Bubat.

Tradisi menyebutkan sang Putri Dyah Pitaloka dengan hati berduka melakukan bela pati, bunuh diri untuk membela kehormatan bangsa dan negaranya. Tindakan ini mungkin diikuti oleh segenap perempuan-perempuan Sunda yang masih tersisa, baik bangsawan ataupun abdi. Menurut tata perilaku dan nilai-nilai kasta ksatriya, tindakan bunuh diri ritual dilakukan oleh para perempuan kasta tersebut jika kaum laki-lakinya telah gugur. Perbuatan itu diharapkan dapat membela harga diri sekaligus untuk melindungi kesucian mereka, yaitu menghadapi kemungkinan dipermalukan karena pemerkosaan, penganiayaan, atau diperbudak.

Akibat


Tradisi menyebutkan bahwa Hayam Wuruk meratapi kematian Dyah Pitaloka. Hayam Wuruk menyesalkan tindakan ini dan mengirimkan utusan (darmadyaksa) dari Bali - yang saat itu berada di Majapahit untuk menyaksikan pernikahan antara Hayam Wuruk dan Dyah Pitaloka - untuk menyampaikan permohonan maaf kepada Mangkubumi Hyang Bunisora Suradipati yang menjadi pejabat sementara raja Negeri Sunda, serta menyampaikan bahwa semua peristiwa ini akan dimuat dalam Kidung Sunda atau Kidung Sundayana (di Bali dikenal sebagai Geguritan Sunda) agar diambil hikmahnya. Raja Hayam Wuruk kemudian menikahi sepupunya sendiri, Paduka Sori.

Akibat peristiwa Bubat ini, dikatakan dalam catatan tersebut bahwa hubungan Hayam Wuruk dengan Gajah Mada menjadi renggang. Gajah Mada sendiri menghadapi tentangan, kecurigaan, dan kecaman dari pihak pejabat dan bangsawan Majapahit, karena tindakannya dianggap ceroboh dan gegabah. Ia dianggap terlalu berani dan lancang dengan tidak mengindahkan keinginan dan perasaan sang Mahkota, Raja Hayam Wuruk sendiri. Peristiwa yang penuh kemalangan ini pun menandai mulai turunnya karier Gajah Mada, karena kemudian Hayam Wuruk menganugerahinya tanah perdikan di Madakaripura (kini Probolinggo). Meskipun tindakan ini nampak sebagai penganugerahan, tindakan ini dapat ditafsirkan sebagai anjuran halus agar Gajah Mada mulai mempertimbangkan untuk pensiun, karena tanah ini letaknya jauh dari ibu kota Majapahit sehingga Gajah Mada mulai mengundurkan diri dari politik kenegaraan istana Majapahit. Meskipun demikian, menurut Negarakertagama Gajah Mada masih disebutkan nama dan jabatannya, sehingga ditafsirkan Gajah Mada sendiri tetap menjabat Mahapatih sampai akhir hayatnya (1364).

Tragedi ini merusak hubungan kenegaraan antar kedua negara dan terus berlangsung hingga bertahun-tahun kemudian, hubungan Sunda-Majapahit tidak pernah pulih seperti sedia kala.[1] Pangeran Niskalawastu Kancana — adik Putri Pitaloka yang tetap tinggal di istana Kawali dan tidak ikut ke Majapahit mengiringi keluarganya karena saat itu masih terlalu kecil — menjadi satu-satunya keturunan Raja yang masih hidup dan kemudian akan naik takhta menjadi Prabu Niskalawastu Kancana. Kebijakannya antara lain memutuskan hubungan diplomatik dengan Majapahit dan menerapkan isolasi terbatas dalam hubungan kenegaraan antar kedua kerajaan. Akibat peristiwa ini pula, di kalangan kerabat Negeri Sunda diberlakukan peraturan larangan estri ti luaran, yang isinya diantaranya tidak boleh menikah dari luar lingkungan kerabat Sunda, atau sebagian lagi mengatakan tidak boleh menikah dengan pihak Majapahit. Peraturan ini kemudian ditafsirkan lebih luas sebagai larangan bagi orang Sunda untuk menikahi orang Jawa.

Tindakan keberanian dan keperwiraan Raja Sunda dan putri Dyah Pitaloka untuk melakukan tindakan bela pati (berani mati) dihormati dan dimuliakan oleh rakyat Sunda dan dianggap sebagai teladan. Raja Lingga Buana dijuluki “Prabu Wangi” (bahasa Sunda: raja yang harum namanya) karena kepahlawanannya membela harga diri negaranya. Keturunannya, raja-raja Sunda kemudian dijuluki Siliwangi yang berasal dari kata Silih Wangi yang berarti pengganti, pewaris atau penerus Prabu Wangi.

Beberapa reaksi tersebut mencerminkan kekecewaan dan kemarahan masyarakat Sunda kepada Majapahit, sebuah sentimen yang kemudian berkembang menjadi semacam rasa persaingan dan permusuhan antara suku Sunda dan Jawa yang dalam beberapa hal masih tersisa hingga kini. Antara lain, tidak seperti kota-kota lain di Indonesia, di kota Bandung, ibu kota Jawa Barat sekaligus pusat budaya Sunda, tidak ditemukan jalan bernama “Gajah Mada” atau “Majapahit”. Meskipun Gajah Mada dianggap sebagai tokoh pahlawan nasional Indonesia, kebanyakan rakyat Sunda menganggapnya tidak pantas akibat tindakannya yang dianggap tidak terpuji dalam tragedi ini.

Hal yang menarik antara lain, meskipun Bali sering kali dianggap sebagai pewaris kebudayaan Majapahit, masyarakat Bali sepertinya cenderung berpihak kepada kerajaan Sunda dalam hal ini, seperti terbukti dalam naskah Bali Kidung Sunda. Penghormatan dan kekaguman pihak Bali atas tindakan keluarga kerajaan Sunda yang dengan gagah berani menghadapi kematian, sangat mungkin karena kesesuaiannya dengan ajaran Hindu mengenai tata perilaku dan nilai-nilai kehormatan kasta ksatriya, bahwa kematian yang utama dan sempurna bagi seorang ksatriya adalah di ujung pedang di tengah medan laga. Nilai-nilai kepahlawanan dan keberanian ini mendapatkan sandingannya dalam kebudayaan Bali, yakni tradisi puputan, pertempuran hingga mati yang dilakukan kaum prianya, disusul ritual bunuh diri yang dilakukan kaum wanitanya. Mereka memilih mati mulia daripada menyerah, tetap hidup, tetapi menanggung malu, kehinaan dan kekalahan.

(Sumber : Wikipedia)

05 March 2012

Ternyata Lima Presiden RI Pernah di Tipu

1. Sejumlah ilmuwan menilai Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY)

Sejumlah ilmuwan menilai Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) ‘tertipu’ dalam kasus blue energy (energi biru). Seorang pria asal Nganjuk, Joko Suprapto, mengaku bisa memproduksi minyak mentah dari air. Dari biang minyak itu bisa dihasilkan bahan bakar sekelas minyak tanah hingga avtur.
Presiden SBY yakin itu merupakan sumbangan Indonesia bagi dunia, di tengah makin meroketnya harga minyak. Sementara, negara dibikin pusing tujuh keliling oleh dampak dari kenaikan itu. Karuan saja, sejumlah pihak, termasuk para ilmuwan, menyesalkan informasi yang belum valid bisa diterima oleh SBY. Kabarnya Joko kini dilaporkan ke polisi.

2. Penipu ‘masuk Istana’ pada tahun 1950-an, Pada masa pemerintah Presiden Soekarno Almarhum.

Penipu ‘masuk Istana’ ternyata punya sejarah yang cukup panjang. Baiklah kita mulai pada tahun 1950-an, pada masa pemerintah Presiden Soekarno. Ada seseorang yang mengaku Raja Kubu — suku anak dalam di Jambi. Tidak tanggung-tanggung, dia memberi gelar dirinya Raja Idrus dan istrinya Ratu Markonah.

Pasangan ‘suami istri’ itu, entah bagaimana prosesnya, mendapat pemberitaan pers, termasuk foto-foto keduanya. Maka, sejumlah pejabat negara memberikan penghormatan luar biasa pada ‘raja’ dan ‘ratu’ tersebut.
Rupanya ada seorang pejabat yang menghubungi Presiden Soekarno dan kemudian memperkenalkannya. Di Istana, ‘suami-istri’ yang sebenarnya adalah penarik becak dan pelacur itu sempat diterima sebagai tamu kehormatan di Istana Merdeka. Mereka juga diberi uang, menginap dan makan gratis di hotel-hotel mewah. Termasuk mengunjungi Kraton Yogyakarta dan Surakarta.

Kedok penipuan mereka terbongkar saat berjalan-jalan di Jakarta. Ada seorang tukang becak yang mengenali ‘Raja’ Idrus, teman seprofesinya di Tegal. Sedang sang ‘maharani’ juga terbongkar berprofesi sebagai pelacur kelas bawah di kota yang sama. Konon, keduanya bertemu di sebuah warung kopi di Tegal. Kemudian sepakat untuk menjalankan aksi penipuan itu. Keistimewaan Markomah selalu memakai kaca mata hitam baik siang maupun malam. Rupanya sebelah matanya picek.

3. Pada masa pemerintahan Presiden Soeharto Almarhum, di era 1970-an


Pada masa Soeharto, di era 1970-an, juga terjadi penipu kelas kakap. Penipunya bernama Cut Zahara Fona, asal Aceh. Meski tidak tamat SD, dia memiliki ide jenius. Dia, yang selalu mengenakan kain batik, mengklaim bahwa janin yang ada diperutnya bisa berbicara dan mengaji.

Karuan saja, kabar itu menggegerkan masyarakat, apalagi diberitakan secara luas di surat kabar dan majalah. Konon, tiras sebuah harian ibukota terdongkrat naik, karena tiap hari membuat berita tentang ‘bayi ajaib’ di perut Cut Zahara.

Masyarakat yang banyak berdatangan pun rela untuk nguping di perutnya yang dilapisi kain untuk mendengar ‘bayi ajaib’ itu berbicara atau mengaji. Bukan hanya rakayat biasa, ada juga pejabat yang meyakininya. Termasuk Wakil Presiden Adam Malik yang mengundang Cut Zahara ke Istana Wapres. Bahkan, Menteri Agama KH Mohamad Dachlan termasuk orang yang meyakininya. Untuk meyakininya, ia menyatakan bahwa Imam Syafi’ie selama tiga tahun berada di kandungan ibunya.

Cut Zahara Fona dan suaminya pernah diperkenalkan oleh Sekdalopbang (Sekretaris Pengendalian Pembangunan) Bardosono kepada Presiden Soeharto dan Ibu Tien Soeharto. Perkenalan ini dilakukan di Bandara Kemayoran setelah keduanya tiba dari lawatan luar negeri. Tapi, rupanya Ibu Tien termasuk orang yang kurang yakin terhadap ‘bayi ajaib’-nya Cut Zahara Fona. Apalagi wanita Aceh itu menolak ketika hendak diperiksa di RSCM.

Konon, Ibu Tienlah yang menggeledah dan mendapatkan bahwa bicara dan mengaji itu hanya berasal dari tape recorder kecil yang disisipkan di perut Cut Zahara. Kala itu memang belum banyak perekam suara sekecil milik Cut.
Meskipun kedoknya terbongkar, ‘bayi ajaib’ tersebut bukan hanya mendapat perhatian masyarakat Indonesia, tapi juga dunia internasional. Hingga ada permintaan dari Pakistan agar Cut dan suaminya berkunjung ke sana. Bahkan, ada yang meramal ‘bayi ajaib’ itu, bila lahir akan menjadi Imam Mahdi.

4. Pada masa Presiden Abdurahman Wahid (Gus Dur) almarhum,


Setelah tidak terdengar kasus Istana pada masa Presiden BJ Habibie, yang memang pendek masa jabatannya, pada masa Presiden Abdurahman Wahid (Gus Dur) kembali terjadi penipuan yang mengaitkan Istana Negara. Pelakunya adalah Soewondo, yang biasa keluar masuk Istana karena jadi tukang pijat Gus Dur.

Orang yang dianggap ‘dekat’ dengan orang nomor satu di Indonesia itu berhasil menipu Yayasan Dana Kesejateraan Karyawan (Yanatera) Badan Urusan Logistik (BULOG) dan dituduh membobol uang yayasan hingga Rp 35 miliar. Soewondo sempat kabur, namun kemudian ditangkap polisi di kawasan Puncak, Jawa Barat. Pengadilan memvonisnya 3,5 tahun penjara.
Kasus tersebut sempat menyita perhatian khalayak dan menjadi senjata pamungkas bagi lawan-lawan politik Gus Dur, yang membantah telah memerintahkan pencarian dana itu. Namun, akhirnya Gus Dur lengser juga dari jabatannya gara-gara kasus yang dikenal dengan istilah Buloggate tersebut.

5. Pada masa Presiden Megawati


Pada masa Presiden Megawati, skandal ‘penipuan’ kembali terjadi. Kali ini yang diperdaya adalah Menteri Agama Kiai Said Agil Almunawar. Menteri yang bergelar profesor dan hafidz Alquran ini memimpin penggalian situs di Batutulis Bogor yang diyakini memendam harta karun yang nilainya dapat untuk membayar seluruh utang negara.

Menurut Said Agil, Presiden Megawati mengetahui rencana penggalian situs bersejarah yang konon peninggalan Kerajaan Pajajaran itu. Sayangnya, harta karun yang dicari hanya pepesan kosong. Said Agil sendiri kini masih ditahan dalam kasus tuduhan korupsi uang haji.

Moga-moga penghuni Istana yang menjadi lambang kebanggaan bangsa, negara dan rakyat Indonesia, itu tidak lagi menjadi korban penipuan.



Sumber : vivanews.com

Latar belakang Konflik Indonesia dengan Malaysia

Konflik Indonesia VS Malaysia atau yang lebih dikenal sebagai Konfrontasi Indonesia-Malaysia adalah sebuah perang mengenai masa depan Malaya, Brunei, Sabah dan Sarawak yang terjadi antara Federasi Malaysia dan Indonesia pada tahun 1962-1966.
Perang ini berawal dari keinginan Federasi Malaya lebih dikenali sebagai Persekutuan Tanah Melayu pada tahun 1961 untuk menggabungkan Brunei, Sabah dan Sarawak kedalam Federasi Malaysia yang tidak sesuai dengan perjanjian Manila Accord Wikisource-logo.svg oleh karena itu Keinginan tersebut ditentang oleh Presiden Soekarno yang menganggap pembentukan Federasi Malaysia yang sekarang dikenal sebagai Malaysia sebagai “boneka Inggris” merupakan kolonialisme dan imperialisme dalam bentuk baru serta dukungan terhadap berbagai gangguan keamanan dalam negeri dan pemberontakan di Indonesia.

Pelanggaran perjanjian internasional konsep THE MACAPAGAL PLAN antara lain melalui perjanjian Manila Accord Wikisource-logo.svg tanggal 31 Juli 1963, Manila Declaration Wikisource-logo.svg tanggal 3 Agustus 1963, Joint Statement Wikisource-logo.svg tanggal 5 Agustus 1963[4] mengenai dekolonialisasi Wikisource-logo.svg yang harus mengikut sertakan rakyat Sarawak dan Sabah yang status kedua wilayah tersebut sampai sekarang masih tercatat pada daftar Dewan Keamanan PBB sebagai wilayah Non-Self-Governing Territories
Latar belakang Konflik Indonesia dengan Malaysia 

Pada 1961, Kalimantan dibagi menjadi empat administrasi. Kalimantan, sebuah provinsi di Indonesia, terletak di selatan Kalimantan. Di utara adalah Kerajaan Brunei dan dua koloni Inggris; Sarawak dan Borneo Utara, kemudian dinamakan Sabah. Sebagai bagian dari penarikannya dari koloninya di Asia Tenggara, Inggris mencoba menggabungkan koloninya di Kalimantan dengan Semenanjung Malaya, Federasi Malaya dengan membentuk Federasi Malaysia.
Rencana ini ditentang oleh Pemerintahan Indonesia; Presiden Soekarno berpendapat bahwa Malaysia hanya sebuah boneka Inggris, dan konsolidasi Malaysia hanya akan menambah kontrol Inggris di kawasan ini, sehingga mengancam kemerdekaan Indonesia. Filipina juga membuat klaim atas Sabah, dengan alasan daerah itu memiliki hubungan sejarah dengan Filipina melalui Kesultanan Sulu.

Di Brunei, Tentara Nasional Kalimantan Utara (TNKU) memberontak pada 8 Desember 1962. Mereka mencoba menangkap Sultan Brunei, ladang minyak dan sandera orang Eropa. Sultan lolos dan meminta pertolongan Inggris. Dia menerima pasukan Inggris dan Gurkha dari Singapura. Pada 16 Desember, Komando Timur Jauh Inggris (British Far Eastern Command) mengklaim bahwa seluruh pusat pemberontakan utama telah diatasi, dan pada 17 April 1963, pemimpin pemberontakan ditangkap dan pemberontakan berakhir.
Quote:
Filipina dan Indonesia resminya setuju untuk menerima pembentukan Federasi Malaysia apabila mayoritas di daerah yang hendak dilakukan dekolonial memilihnya dalam sebuah referendum yang diorganisasi oleh PBB. Tetapi, pada 16 September, sebelum hasil dari pemilihan dilaporkan. Malaysia melihat pembentukan federasi ini sebagai masalah dalam negeri, tanpa tempat untuk turut campur orang luar, tetapi pemimpin Indonesia melihat hal ini sebagai perjanjian Manila Accord Wikisource-logo.svg yang dilanggar dan sebagai bukti kolonialisme dan imperialisme Inggris.

“ Sejak demonstrasi anti-Indonesia di Kuala Lumpur, ketika para demonstran menyerbu gedung KBRI, merobek-robek foto Soekarno, membawa lambang negara Garuda Pancasila ke hadapan Tunku Abdul Rahman—Perdana Menteri Malaysia saat itu—dan memaksanya untuk menginjak Garuda[6], amarah Soekarno terhadap Malaysia pun meledak”

Demonstrasi anti-Indonesia di Kuala Lumpur yang berlangsung tanggal 17 September 1963, berlaku ketika para demonstran yang sedang memuncak marah terhadap Presiden Sukarno yang melancarkan konfrontasi terhadap Malaysia[7]an juga kerana serangan pasukan militer tidak resmi Indonesia terhadap Malaysia. Ini berikutan pengumuman Menteri Luar Negeri Indonesia Soebandrio bahwa Indonesia mengambil sikap bermusuhan terhadap Malaysia pada 20 Januari 1963. Selain itu pencerobohan sukarelawan Indonesia (sepertinya pasukan militer tidak resmi) mulai memasuki Sarawak dan Sabah untuk menyebar propaganda dan melaksanakan penyerangan dan sabotase pada 12 April berikutnya.

Soekarno yang murka karena hal itu mengutuk tindakan demonstrasi anti-Indonesian yang menginjak-injak lambang negara Indonesia[8] dan ingin melakukan balas dendam dengan melancarkan gerakan yang terkenal dengan nama Ganyang Malaysia. Soekarno memproklamirkan gerakan Ganyang Malaysia melalui pidato beliau yang amat bersejarah, berikut ini:

“ Kalau kita lapar itu biasa
Kalau kita malu itu juga biasa
Namun kalau kita lapar atau malu itu karena Malaysia, kurang ajar!
Kerahkan pasukan ke Kalimantan hajar cecunguk Malayan itu!
Pukul dan sikat jangan sampai tanah dan udara kita diinjak-injak oleh Malaysian keparat itu
Doakan aku, aku kan berangkat ke medan juang sebagai patriot Bangsa, sebagai martir Bangsa dan sebagai peluru Bangsa yang tak mau diinjak-injak harga dirinya.
Serukan serukan keseluruh pelosok negeri bahwa kita akan bersatu untuk melawan kehinaan ini kita akan membalas perlakuan ini dan kita tunjukkan bahwa kita masih memiliki Gigi yang kuat dan kita juga masih memiliki martabat.
Yoo…ayoo… kita… Ganjang…
Ganjang… Malaysia
Ganjang… Malaysia
Bulatkan tekad
Semangat kita badja
Peluru kita banjak
Njawa kita banjak
Bila perlu satoe-satoe!”
Soekarno.

Perang Indonesia VS Malaysia

Pada 20 Januari 1963, Menteri Luar Negeri Indonesia Soebandrio mengumumkan bahwa Indonesia mengambil sikap bermusuhan terhadap Malaysia. Pada 12 April, sukarelawan Indonesia (sepertinya pasukan militer tidak resmi) mulai memasuki Sarawak dan Sabah untuk menyebar propaganda dan melaksanakan penyerangan dan sabotase. Tanggal 3 Mei 1963 di sebuah rapat raksasa yang digelar di Jakarta, Presiden Sukarno mengumumkan perintah Dwi Komando Rakyat (Dwikora) yang isinya:

* Pertinggi ketahanan revolusi Indonesia

* Bantu perjuangan revolusioner rakyat Malaya, Singapura, Sarawak dan Sabah, untuk menghancurkan Malaysia

Pada 27 Juli, Sukarno mengumumkan bahwa dia akan meng-”ganyang Malaysia”. Pada 16 Agustus, pasukan dari Rejimen Askar Melayu DiRaja berhadapan dengan lima puluh gerilyawan Indonesia.

Meskipun Filipina tidak turut serta dalam perang, mereka memutuskan hubungan diplomatik dengan Malaysia.

Federasi Malaysia resmi dibentuk pada 16 September 1963. Brunei menolak bergabung dan Singapura keluar di kemudian hari.

Ketegangan berkembang di kedua belah pihak Selat Malaka. Dua hari kemudian para kerusuhan membakar kedutaan Britania di Jakarta. Beberapa ratus perusuh merebut kedutaan Singapura di Jakarta dan juga rumah diplomat Singapura. Di Malaysia, agen Indonesia ditangkap dan massa menyerang kedutaan Indonesia di Kuala Lumpur.

Di sepanjang perbatasan di Kalimantan, terjadi peperangan perbatasan; pasukan Indonesia dan pasukan tak resminya mencoba menduduki Sarawak dan Sabah, dengan tanpa hasil.

(Sumber : Wikipedia.Org)

Kisah Hidup Ilyas, Pengibar Bendera 17 Agustus 1945


Mungkin Ilyas Karim satu-satunya orang yang masih hidup dalam peristiwa bersejarah ini. Setiap kali kemerdekaan negara ini dirayakan, Ilyas kembali teringat peristiwa bersejarah di Jl. Pegangsaan Timur No.56, Jakarta Pusat itu. Meski umur sudah 84 tahun, Ilyas masih terlihat tegap. Kedua matanya harus diplester agar tak terpejam. Ini akibat penyakit stroke yang menyerangkan beberapa tahun lalu. Ilyas masih sangat lancer menceritakan peristiwa yang tak pernah dia lupakan seumur hidupnya itu.

Pada hari yang bersejarah itu, Ilyas tiba-tiba ditarik lengan kriinya oleh Sudanco (komandan peleton) Latief Hendraningrat, petugas protokoler istana, dan diminta untuk berdiri tak jauh dari tiang bendera. “Dik, kamu nanti jadi pengibar bendera. Hati-hati ya, nanti memegangnya, jangan sampai sobek, (bendera) ini cuma dijahit dengan tangan oleh Bu Fatmawati,” tiru Ilyas pesan Latief waktu itu. Tak ada latihan, tak ada gladi resik. Prosesi proklamasi kemerdekaan langsung dimulai, tak lama setelah dia ditunjuk.

Seperti tampak pada foto yang dijumpai dalam buku-buku sejarah perjuangan, ada dua pengibar bendera saat hari proklamasi itu. Selain Ilyas, pengibar bendera lainnya adalah Sudanco Singgih. Keduanya dikelilingi Soekarno, M. Hatta, Fatmawati, dan Rahmi Hatta. Di antara enam orang itu, hanya Ilyas yang masih hidup. Meski memiliki peran nyata saat proklamasi kemerdekaan, kehidupan Ilyas saat ini bisa dikatakan memprihatinkan. Dia kini tinggal di rumah yang terletak di perkampungan padat di pinggiran jalur rel kereta api di Kalibata, Jakarta Selatan. Tepatnya, di Jalan Rawajati Barat, sekitar 100 meter dari Stasiun Kalibata.

Di rumah bercat biru yang sudah kusam, Ilyas menghabiskan sisa hidupnya bersama istri. Bangunan sederhana yang kulit temboknya sudah banyak mengelupas itu berukuran sekitar 10x7 meter. Dia lantas menceritakan kepindahan keluarga dari tempat tinggal di Asrama Siliwangi, Lapangan Banteng, Jakarta Pusat tahun 1982. “Kami diusir saat itu, bukan digusur sebab memang tidak ada uang pengganti sama sekali yang kami terima,” tegasnya. Saat itu konsentrasi keluarga terpecah karena Ilyas dirawat di RSPAD Gatot Soebroto, karena terkena penyakit jantung. “Tidak ada yang berani melawan karena kondisi politik dan keamanan saat itu tidak seperti sekarang,” imbuh bapak 14 anak ini.

Anak-anaknya sekarang memang telah memiliki rumah sendiri-sendiri dan tersebar di berbagai daerah seperti Medan, Padang, Pekanbaru, dan Semarang, bahkan ada yang menikah dengan orang Jerman dan tinggal di sana. “Hampir semua mengajak tinggal bersama, tapi saya yang tidak mau,” ujar kakek 28 cucu tersebut. Menurutnya, kalau ikut anak-anaknya dirinya akan terbatas dalam melakoni aktivitas kemasyarakatan yang masih dijalani sampai sekarang. “Saya ini pejuang dan ingin tetap berjuang sampai saya mati nanti,” tandasnya.

Meski dia diusir oleh pemerintah dari rumah tinggalnya, Ilyas tetap semangat melayani negaranya. Kecintaannya terhadap bangsa Indonesia patut diacungi jempol dan dijadikan contoh buat warga Indonesia dimanapun kita berada. Kita mencintai bangsa ini bukan karena kita mengharapkan cinta kembali atau karena kita sudah dicintai terlebih dahulu, tapi cintailah karena memang karena cinta itu yang membuat kita melekat hatinya kepada bangsa ini. Merdeka!



Sumber: Vivanews.com

Kehebatan Militer Indonesia 1960

1960-an, Era Presiden Sukarno.kekuatan militer Indonesia adalah salahsatu yang terbesar dan terkuat di dunia. Saat itu, bahkan kekuatan Belanda sudah tidak sebanding dengan Indonesia, dan Amerika sangat khawatir dengan perkembangan kekuatan militer kita yang didukung besar-besaran oleh teknologi terbaru Uni Sovyet.

1960, Belanda masih bercokol di Papua. Melihat kekuatan Republik Indonesia yang makin hebat, Belanda yang didukung Barat merancang muslihat untuk membentuk negara boneka yang seakan-akan merdeka, tapi masih dibawah kendali Belanda.

Presiden Sukarno segera mengambil tindakan ekstrim, tujuannya, merebut kembali Papua. Sukarno segera mengeluarkan maklumat "Trikora" di Yogyakarta, dan isinya adalah:
1. Gagalkan pembentukan negara boneka Papua buatan kolonial Belanda.
2. Kibarkan Sang Saka Merah Putih di seluruh Irian Barat
3. Bersiaplah untuk mobilisasi umum, mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan tanah air bangsa.

Berkat kedekatan Indonesia dengan Sovyet, maka Indonesia mendapatkan bantuan besar-besaran kekuatan armada laut dan udara militer termaju di dunia dengan nilai raksasa, US$ 2.5 milyar. Saat ini, kekuatan militer Indonesia menjadi yang terkuat di seluruh belahan bumi selatan.

Kekuatan utama Indonesia di saat Trikora itu adalah salahsatu kapal perang terbesar dan tercepat di dunia buatan Sovyet dari kelas Sverdlov, dengan 12 meriam raksasa kaliber 6 inchi. Ini adalah KRI Irian, dengan bobot raksasa 16.640 ton dengan awak sebesar 1270 orang termasuk 60 perwira. Sovyet, tidak pernah sekalipun memberikan kapal sekuat ini pada bangsa lain manapun, kecuali Indonesia. (kapal-kapal terbaru Indonesia sekarang dari kelas Sigma hanya berbobot 1600 ton).



Angkatan udara Indonesia juga menjadi salahsatu armada udara paling mematikan di dunia, yang terdiri dari lebih dari 100 pesawat tercanggih saat itu. Armada ini terdiri dari :
1. 20 pesawat pemburu supersonic MiG-21 Fishbed.
2. 30 pesawat MiG-15.
3. 49 pesawat tempur high-subsonic MiG-17.
4. 10 pesawat supersonic MiG-19.



Pesawat MiG-21 Fishbed adalah salahsatu pesawat supersonic tercanggih di dunia, yang telah mampu terbang dengan kecepatan mencapai Mach 2. Pesawat ini bahkan lebih hebat dari pesawat tercanggih Amerika saat itu, pesawat supersonic F-104 Starfighter dan F-5 Tiger. Sementara Belanda masih mengandalkan pesawat-pesawat peninggalan Perang Dunia II seperti P-51 Mustang.

Sebagai catatan, kedahsyatan pesawat-pesawat MiG-21 dan MiG-17 di Perang Vietnam sampai mendorong Amerika mendirikan United States Navy Strike Fighter Tactics Instructor, pusat latihan pilot-pilot terbaik yang dikenal dengan nama TOP GUN.

Indonesia juga memiliki armada 26 pembom jarak jauh strategis Tu-16 Tupolev (Badger A dan B). Ini membuat Indonesia menjadi salahsatu dari hanya 4 bangsa di dunia yang mempunyai pembom strategis, yaitu Amerika, Rusia, dan Inggris. Pangkalannya terletak di Lapangan Udara Iswahyudi, Surabaya.

Bahkan China dan Australia pun belum memiliki pesawat pembom strategis seperti ini. Pembom ini juga dilengkapi berbagai peralatan elektronik canggih dan rudal khusus anti kapal perang AS-1 Kennel, yang daya ledaknya bisa dengan mudah menenggelamkan kapal-kapal tempur Barat.

Indonesia juga memiliki 12 kapal selam kelas Whiskey, puluhan kapal tempur kelas Corvette, 9 helikopter terbesar di dunia MI-6, 41 helikopter MI-4, berbagai pesawat pengangkut termasuk pesawat pengangkut berat Antonov An-12B. Total, Indonesia mempunyai 104 unit kapal tempur. Belum lagi ribuan senapan serbu terbaik saat itu dan masih menjadi legendaris sampai saat ini, AK-47.

Ini semua membuat Indonesia menjadi salasahtu kekuatan militer laut dan udara terkuat di dunia. Begitu hebat efeknya, sehingga Amerika di bawah pimpinan John F. Kennedy memaksa Belanda untuk segera keluar dari Papua, dan menyatakan dalam forum PBB bahwa peralihan kekuasaan di Papua, dari Belanda ke Indonesia adalah sesuatu yang bisa diterima.


Sumber : Vivanews.com

04 March 2012

Fakta sejarah membuktikan “islam ada di amerika jauh sebelum colombus”





Jika Anda mengunjungi Washington DC, datanglah ke Perpustakaan Kongres (Library of Congress). Lantas, mintalah arsip perjanjian pemerintah Amerika Serikat dengan suku Cherokee, salah satu suku Indian, tahun 1787. Di sana akan ditemukan tanda tangan Kepala Suku Cherokee saat itu, bernama AbdeKhak dan Muhammad Ibnu Abdullah.



Isi perjanjian itu antara lain adalah hak suku Cherokee untuk melangsungkan keberadaannya dalam perdagangan, perkapalan, dan bentuk pemerintahan suku cherokee yang saat itu berdasarkan hukum Islam. Lebih lanjut, akan ditemukan kebiasaan berpakaian suku Cherokee yang menutup aurat sedangkan kaum laki-lakinya memakai turban (surban) dan terusan hingga sebatas lutut.

Cara berpakaian ini dapat ditemukan dalam foto atau lukisan suku cherokee yang diambil gambarnya sebelum tahun 1832. Kepala suku terakhir Cherokee sebelum akhirnya benar-benar punah dari daratan Amerika adalah seorang Muslim bernama Ramadan Ibnu Wati.



Berbicara tentang suku Cherokee, tidak bisa lepas dari Sequoyah. Ia adalah orang asli suku cherokee yang berpendidikan dan menghidupkan kembali Syllabary suku mereka pada 1821. Syllabary adalah semacam aksara. Jika kita sekarang mengenal abjad A sampai Z, maka suku Cherokee memiliki aksara sendiri.



Yang membuatnya sangat luar biasa adalah aksara yang dihidupkan kembali oleh Sequoyah ini mirip sekali dengan aksara Arab. Bahkan, beberapa tulisan masyarakat cherokee abad ke-7 yang ditemukan terpahat pada bebatuan di Nevada sangat mirip dengan kata ”Muhammad” dalam bahasa Arab.



Nama-nama suku Indian dan kepala sukunya yang berasal dari bahasa Arab tidak hanya ditemukan pada suku Cherokee (Shar-kee), tapi juga Anasazi, Apache, Arawak, Arikana, Chavin Cree, Makkah, Hohokam, Hupa, Hopi, Mahigan, Mohawk, Nazca, Zulu, dan Zuni. Bahkan, beberapa kepala suku Indian juga mengenakan tutp kepala khas orang Islam. Mereka adalah Kepala Suku Chippewa, Creek, Iowa, Kansas, Miami, Potawatomi, Sauk, Fox, Seminole, Shawnee, Sioux, Winnebago, dan Yuchi. Hal ini ditunjukkan pada foto-foto tahun 1835 dan 1870.

Secara umum, suku-suku Indian di Amerika juga percaya adanya Tuhan yang menguasai alam semesta. Tuhan itu tidak teraba oleh panca indera. Mereka juga meyakini, tugas utama manusia yang diciptakan Tuhan adalah untuk memuja dan menyembah-Nya. Seperti penuturan seorang Kepala Suku Ohiyesa : ”In the life of the Indian, there was only inevitable duty-the duty of prayer-the daily recognition of the Unseen and the Eternal”. Bukankah Al-Qur’an juga memberitakan bahwa tujuan penciptaan manusia dan jin semata-mata untuk beribadah pada Allah (*)








Bagaimana bisa Kepala suku Indian Cheeroke itu muslim?



Sejarahnya panjang,

Semangat orang-orang Islam dan Cina saat itu untuk mengenal lebih jauh planet (tentunya saat itu nama planet belum terdengar) tempat tinggalnya selain untuk melebarkan pengaruh, mencari jalur perdagangan baru dan tentu saja memperluas dakwah Islam mendorong beberapa pemberani di antara mereka untuk melintasi area yang masih dianggap gelap dalam peta-peta mereka saat itu.

Beberapa nama tetap begitu kesohor sampai saat ini bahkan hampir semua orang pernah mendengarnya sebut saja Tjeng Ho dan Ibnu Batutta, namun beberapa lagi hampir-hampir tidak terdengar dan hanya tercatat pada buku-buku akademis.



Para ahli geografi dan intelektual dari kalangan muslim yang mencatat perjalanan ke benua Amerika itu adalah Abul-Hassan Ali Ibn Al Hussain Al Masudi (meninggal tahun 957), Al Idrisi (meninggal tahun 1166), Chihab Addin Abul Abbas Ahmad bin Fadhl Al Umari (1300 – 1384) dan Ibn Battuta (meninggal tahun 1369).

Menurut catatan ahli sejarah dan ahli geografi muslim Al Masudi (871 – 957), Khashkhash Ibn Saeed Ibn Aswad seorang navigator muslim dari Cordoba di Andalusia, telah sampai ke benua Amerika pada tahun 889 Masehi. Dalam bukunya, ‘Muruj Adh-dhahab wa Maadin al-Jawhar’ (The Meadows of Gold and Quarries of Jewels), Al Masudi melaporkan bahwa semasa pemerintahan Khalifah Spanyol Abdullah Ibn Muhammad (888 – 912), Khashkhash Ibn Saeed Ibn Aswad berlayar dari Delba (Palos) pada tahun 889, menyeberangi Lautan Atlantik, hingga mencapai wilayah yang belum dikenal yang disebutnya Ard Majhoola, dan kemudian kembali dengan membawa berbagai harta yang menakjubkan.

Sesudah itu banyak pelayaran yang dilakukan mengunjungi daratan di seberang Lautan Atlantik, yang gelap dan berkabut itu. Al Masudi juga menulis buku ‘Akhbar Az Zaman’ yang memuat bahan-bahan sejarah dari pengembaraan para pedagang ke Afrika dan Asia.



Dr. Youssef Mroueh juga menulis bahwa selama pemerintahan Khalifah Abdul Rahman III (tahun 929-961) dari dinasti Umayah, tercatat adanya orang-orang Islam dari Afrika yang berlayar juga dari pelabuhan Delba (Palos) di Spanyol ke barat menuju ke lautan lepas yang gelap dan berkabut, Lautan Atlantik. Mereka berhasil kembali dengan membawa barang-barang bernilai yang diperolehnya dari tanah yang asing.

Beliau juga menuliskan menurut catatan ahli sejarah Abu Bakr Ibn Umar Al-Gutiyya bahwa pada masa pemerintahan Khalifah Spanyol, Hisham II (976-1009) seorang navigator dari Granada bernama Ibn Farrukh tercatat meninggalkan pelabuhan Kadesh pada bulan Februari tahun 999 melintasi Lautan Atlantik dan mendarat di Gando (Kepulaun Canary).

Ibn Farrukh berkunjung kepada Raja Guanariga dan kemudian melanjutkan ke barat hingga melihat dua pulau dan menamakannya Capraria dan Pluitana. Ibn Farrukh kembali ke Spanyol pada bulan Mei 999.

Perlayaran melintasi Lautan Atlantik dari Maroko dicatat juga oleh penjelajah laut Shaikh Zayn-eddin Ali bin Fadhel Al-Mazandarani. Kapalnya berlepas dari Tarfay di Maroko pada zaman Sultan Abu-Yacoub Sidi Youssef (1286 – 1307) raja keenam dalam dinasti Marinid. Kapalnya mendarat di pulau Green di Laut Karibia pada tahun 1291. Menurut Dr. Morueh, catatan perjalanan ini banyak dijadikan referensi oleh ilmuwan Islam.

Sultan-sultan dari kerajaan Mali di Afrika barat yang beribukota di Timbuktu, ternyata juga melakukan perjalanan sendiri hingga ke benua Amerika. Sejarawan Chihab Addin Abul-Abbas Ahmad bin Fadhl Al Umari (1300 – 1384) memerinci eksplorasi geografi ini dengan seksama. Timbuktu yang kini dilupakan orang, dahulunya merupakan pusat peradaban, perpustakaan dan keilmuan yang maju di Afrika. Ekpedisi perjalanan darat dan laut banyak dilakukan orang menuju Timbuktu atau berawal dari Timbuktu..



Sultan yang tercatat melanglang buana hingga ke benua baru saat itu adalah Sultan Abu Bakari I (1285 – 1312), saudara dari Sultan Mansa Kankan Musa (1312 – 1337), yang telah melakukan dua kali ekspedisi melintas Lautan Atlantik hingga ke Amerika dan bahkan menyusuri sungai Mississippi.

Sultan Abu Bakari I melakukan eksplorasi di Amerika tengah dan utara dengan menyusuri sungai Mississippi antara tahun 1309-1312. Para eksplorer ini berbahasa Arab. Dua abad kemudian, penemuan benua Amerika diabadikan dalam peta berwarna Piri Re’isi yang dibuat tahun 1513, dan dipersembahkan kepada raja Ottoman Sultan Selim I tahun 1517. Peta ini menunjukkan belahan bumi bagian barat, Amerika selatan dan bahkan benua Antartika, dengan penggambaran pesisiran Brasil secara cukup akurat.



Sequoyah, also known as George Gist Bukti lainnya adalah, Columbus sendiri mengetahui bahwa orang-orang Carib (Karibia) adalah pengikut Nabi Muhammad. Dia faham bahwa orang-orang Islam telah berada di sana terutama orang-orang dari Pantai Barat Afrika. Mereka mendiami Karibia, Amerika Utara dan Selatan. Namun tidak seperti Columbus yang ingin menguasai dan memperbudak rakyat Amerika. Orang-Orang Islam datang untuk berdagang dan bahkan beberapa menikahi orang-orang pribumi.

Lebih lanjut Columbus mengakui pada 21 Oktober 1492 dalam pelayarannya antara Gibara dan Pantai Kuba melihat sebuah masjid (berdiri di atas bukit dengan indahnya menurut sumber tulisan lain). Sampai saat ini sisa-sisa reruntuhan masjid telah ditemukan di Kuba, Mexico, Texas dan Nevada.

Dan tahukah anda? 2 orang nahkoda kapal yang dipimpin oleh Columbus kapten kapal Pinta dan Nina adalah orang-orang muslim yaitu dua bersaudara Martin Alonso Pinzon dan Vicente Yanex Pinzon yang masih keluarga dari Sultan Maroko Abuzayan Muhammad III (1362). [THACHER,JOHN BOYD: Christopher Columbus, New York 1950]
Sumber : CAHYAIMAN


Inilah Nama-nama para penemu dari Indonesia



Mungkin banyak diantara anda yang mengetahui para penemu dari luar negri, tapi saya yakin masih banyak di antara anda yang belum tahu para penemu dari bangsa kita sendiri, untuk itu mari kita simak nama-nama penemu dari indonesia berikut hasil penemuannya :

1. Abdul Jamil Ridho & Niti Soedigdo - Penemu Varietas Unggul Singkong Raksasa
2. Adi Rahman Adiwoso - Penemu Teknologi Baru dalam Telepon Bergerak Berbasis Satelit
3. Alexander Kawilarang - Penemu Kapal Ikan Bersirip
4. Andrias Wiji Setio Pamuji - Penemu Reaktor Biogas
5. Arief Mulyana Djumra - Penemu Pemacu Produktifitas dan Kualitas Udang dan Ikan
6. Aryadi Suwono & Tim Peneliti ITB - Penemu Bahan Pendingin Baru yang Lebih Hemat Energi
7. Ayub S. Parnata - Penemu Bakteri Kompos Organik
8. Bacharuddin Jusuf Habibie - Penemu Teori, Faktor dan Metode Habibie (Teknologi Pesawat Terbang)
9. Budi Noviantoro - Penemu Klip Penambat Bantalan Kereta Api dengan Dua Gigi
10. Dani Hilman Natawijaya - Penemu Indikator Alam (Terumbu Karang) terhadap Siklus Gempa
11. Djuanda Suraatmadja - Penemu Beton Polimer yang Ramah Lingkungan
12. Eddyman, Intan Elfarini & Kanaka Sundhoro - Penemu Obat Antinyamuk Alami dan Murah
13. Evvy Kartini - Penemu Penghantar Listrik Berbahan Gelas
14. Fuad Affandi - Penemu Pupuk Alami dari Air Liur
15. Herman Johannes - Penemu Tungku Berbahan Bakar Briket Arang Kayu dan Dedaunan
16. I Gede Ngurah Wididana - Penemu Formula Minyak Oles Bokhasi
17. I Made Budi - Penemu Formula Sari Buah Merah untuk Pengobatan
18. Lalu Selamat Martadinata - Penemu Alat Pemanggil Ikan
19. M. Djoko Srihono - Penemu Penjernih Air Limbah
20. Maruni Wiwin Diarti - Penemu Senyawa Antimikroba dari Rumput Laut
21. Minto - Penemu Kompor dan Pengering Hasil Tani dengan Tenaga Matahari
22. Mumu Sutisna - Penemu Hormon Penyubur Anakan Padi
23. Mulyoto Pangestu - Penemu Teknik Ekonomis Pembekuan Sperma
24. Neny Nurainy - Penemu Varian Virus Hepatitis B Indonesia
25. Puji Slamet Arif - Penemu Motor Listrik Hemat Energi
26. Rahmiana Zein - Penemu Teknik Pemisahan Cairan dalam Kecepatan Tinggi
27. Randall Hartolaksono - Penemu Formula Kimia Pemadam Api Ramah Lingkungan
28. Rizal & Juffri Sahroni - Penemu Penghemat Bahan Bakar Diesel
29. Robert Manurung - Penemu Minyak Jarak Murni
30. Saverinus Nurak - Penemu Mesin Pompa Tangan Berkekuatan Tinggi
31. Sutjipto & Ryantori - Penemu Konstruksi Fondasi Sarang Laba-laba
32. Sutrisno - Penemu Alat Perangkap Lalat Buah
33. Sedijatmo - Penemu Konstruksi Fondasi Cakar Ayam
34. Septinus George Saa - Penemu Rumus Penghitung antara Dua Titik Rangkaian Resistor
35. Sofin Hadi - Penemu Metode Cincin untuk Sunat Tanpa Luka
36. Sri Wuryani, Mustadjab, Euis M. Nirmala, Siwi Hardiastuti - Penemu Pengawet Aroma dalam Hampa
37. Tjokorda Raka Sukawati - Penemu Landasan Putar Bebas Hambatan Sosrobahu
38. Warsimin Adiwarsito - Penemu Marmer Buatan
39. Widowati Siswomihardjo - Penemu Bahan Baru untuk Gigi Palsu yang Lebih Aman dan Murah
40. Windu Hernowo - Penemu Penghemat Bahan Bakar Mesin
41. Yanto Lunardi Iskandar - Anggota Tim Penemu HIV & Metode Peningkatan Hematopoiesis
42. Yudi Utomo Imardjoko - Penemu Kontainer Limbah Nuklir
43. Zahlul Badaruddin - Penemu Zahlul Integrated Unit (Desain Sistem Efisien untuk Produksi Obat/Kimia)


Sumber :http://www.duniakonyol.com/

Nenek Moyang Bangsa Korea Berasal dari Pasemah, Sumatera Selatan

Aneh tapi nyata. Namun inilah yang terjadi. Nenek moyang bangsa Korea berasal dari Pasemah (Lahat, Empatlawangg, dan Pagaralam). Untuk membuktikan hal ini, sejumlah peneliti dari Korea Selatan akan datang ke kawasan penemuan megalitikum yang berada di Lahat, Empatlawang dan Pagaralam. Mereka akan melakukan penelitian mengenai asal muasal nenek moyang bangsa Korea. “Mereka percaya berdasarkan penelitian mereka kalau asal usul nenek moyang orang Korea itu berasal dari Pasemah. Jadi direncanakan mereka datang dan lakukan penelitian,” jelas arkeolog dari Balai Arkeologi Palembang, Retno Purwanti.

Retno menegaskan, kedatangan peneliti asal Korea Selatan tersebut didampingi oleh Balai Arkeologi Pusat serta arkeolog Palembang. Selama melakukan penelitian, mereka selalu didampingi peneliti dari Indonesia.
“Mereka itu melakukan penelitian sendiri, membawa alat sendiri dan lengkap. Kita hanya berkoordinasi dengan pendampingan di lapangan. Kalau dana dari negara asing, tidak ada,” ujarnya. Peneliti asing menurutnya, selalu datang sejak zaman penjajahan Belanda hingga sekarang.

Retno mengungkapkan, penemuan megalitikum di tiga wilayah tersebut, mengindikasikan adanya Kerajaan Sriwijaya. Saat ini, pihak arkeolog tengah melakukan penelitian pada tempat tersebut berdasarkan tema bukan secara parsial Pasemah saja. Mereka meneliti wilayah tersebut sebelum dan sesudah kerajaan Sriwijaya. “Boleh jadi, masyarakat di Pasemah pada masa itu sudah memberikan kontribusi ekonomi berupa komoditi hutan dan kebun untuk Kerajaan Sriwijaya,” jelasnya.
Menurutnya, megalitikum yang ditemukan di Pasemah, sezaman dengan kerajaan Sriwijaya. Saat ini saja, budaya megalitikum masih cukup kental dan menjadi tradisi masyarakat setempat.

Butuh Dana Banyaknya penemuan megalitikum di Kabupaten Lahat, Empatlawang dan Kota Pagaralam beberapa waktu lalu perlu mendapatkan dukungan berbagai pihak. Penggalian, penelitian dan pemeliharaan memerlukan dana yang tidak sedikit.
Arkeolog dari Balai Arkeologi Palembang, Retno Purwanti menuturkan, dana yang dibutuhkan dalam satu kali penelitian yakni Rp 60 juta. “Itu untuk satu tim dalam jangka waktu 10 hari, semuanya sudah lengkap mulai dari upah penggali dan makan. Tapi tidak untuk uang menginap,” jelasnya saat diwawancarai Sripo. Dana tersebut juga belum termasuk untuk analisis laboratorium memperkirakan umur penemuan. Satu kali penelitian di laboratorium, dana yang dikeluarkan Rp 3 juta.
Oleh karena itu menurutnya, mereka bekerja sesuai dengan dana yang ada. Tidak benar, jika mereka tidak bekerja dan tidak memberikan perhatian pada setiap penemuan. “Sampai saat ini, kami tidak pernah menerima uang sepeserpun dari pemerintah setempat dimana ditemukannya megalitikum. Tidak hanya itu, Pemprov juga tidak pernah memberikan dana untuk kami,” tegasnya.

Retno menjelaskan, seharusnya pemerintah dan instansi terkait harus saling mendukung soal pendanaan. “Seharusnya pemerintah kabupaten dan kota serta provinsi malu dengan Provinsi Jambi yang memiliki dana khusus untuk penelitian, pemeliharaan dan penggalian. Di Riau serta Bangka Belitung, pemerintahnya support sekali untuk soal pendanaan,” ujarnya.
Arkeolog ini meminta pemerintah, agar tidak hanya datang saja saat ada penemuan baru agar diekspose di media massa. Seharusnya, mereka juga peduli untuk menganggarkan dana untuk penggalian, penelitian dan pemeliharaan. “Penemuan tempayan kubur itu sudah sejak dari tahun 1999 kita penelitiannya. Kenapa baru sekarang pemerintah setempat peduli,” ungkapnya.

Kalaupun Bupati, Gubernur atau Walikotanya mau menganggarkan, belum tentu dari DPRD Kota/Kabupaten dan Propinsi mau menyetujuinya. Anggota dewan mungkin akan berpikir, tidak manfaatnya dengan penemuan tersebut dan tidak bernilai ekonomis. Tidak hanya pemerinta saja yang seharusnya wajib memberikan dana, pihak swasta juga seharusnya dapat memberikan kontribusi. Retno mengungkapkan, baru PT Pusri saja yang pernah memberikan dana penelitian sebesar Rp 100 juta pada tahun 1996. Dana tersebut digunakan untuk penelitian kerajaan dan kraton di kawasan pabrik Pusri. “Dana tersebut cukup lumayan besar saat itu. Hasilnya berupa buku yang cukup tebal dari penelitian yang kami dapatkan,” ujarnya.

Terbesar Balai Arkeologi (Balar) Palembang, memperkirakan jika tanah Pasemah merupakan Komplek Megalit terbesar yang ada di Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan telah ditemukannya puluhan jenis peninggalan pra sejarah di kawasan Kota Pagaralam, Kabupaten Lahat dan Kabupaten Empat Lawang.
Hal ini diungkapkan Ketua Tim Peneliti dan Ekskapasi Balai Arkeologi Palembang, Kristantina Indriastuti. Dari beberapa Kabupaten/Kota yang ada di Indonesia Kawasan Pasemah paling banyak ditemukan benda-benda purbakala yang banyak baik dari jumlahnya juga jenisnya.

Namun dari sekitar 5.000 benda purbakala peningalan zaman Megalitik ada sekitar 1.500 situs tersebut yang sudah rusak. Kerusakan benda purbakala ini banyak disebabkan ulah tangan manusia dan faktor alam. Ada sekitar 20 persen kerusakan akibat faktor alam sekitar, dan 10 persen rusak akibat tangan manusia.
Bahkan ada tindakan yang lebih parah lagi di kawasan Kecamatan Jarai, batu Megalit dihancurkan untuk dijual untuk material bangunan seperti batu koral.

“Ada beberapa Megalit di kawasan Kecamatan Jarai yang sudah dipecah-pecah olah masyarakat dan dijadikan bahan untuk bangunan. Kondisi ini karena sebagain besar masyarakat tidak mengetahui apa nilai dari batu tersebut,” katanya.
Terpisah Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Pagaralam, Syafrudin, mengatakan, memang saat ini sudah melakukan pelestarian. Namun pihaknya juga mendapat kendala pembebasan lahan. Karena sebagian besar penemuan Megalit di Pagaralam berada di tanah warga.

Pihak Pemkot merencanakan pada tahun 2012 akan segera melakukan pembebasan lahan dimana terdapat Megalitnya. Karena jika mengacu pada UU Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Di sana diatur untuk pelestarian peninggalan bersejarah seperti megalitikum yang merupakan aset negara.
“Untuk itu saat ini pihak kita masih mengajukan surat tentang status peninggalan budaya yang ada di Pagaralam, apakah milik kabupaten kota atau milik negera. Namun sampai saat ini pihak kita masih belum memdapat surat balasan,” jelasnya.


Sumber: http://kartanom.blogspot.com